Asal Usul Pulau Bali

Menurut legenda Pulau Bali dahulu merupakan daratan yang menyatu dengan Pulau Jawa. Akan tetapi para ahli hingga saat ini belum mengetahui sejak kapan kedua pulau ini kini terpisah. Menurut beberapa sumber dari Kitab Usana Bali dan Babad Manik Angkeran, Pulau Bali dan Pulau Jawa terpisah kala itu akibat meditasi yoga dari Ide Mpu Bekung atau yang lebih dikenal sebagai  Danghyang Siddhimantra yang merupakan seorang Brahmana atau Pendeta asal Kerajahan Daha Jawa Timur.

Image : pixabay.com

Menurut cerita Danghyang Siddhimantra memiliki seorang anak bernama Manik Angkeran. Manik Angkeran memiliki kebiasaan bermain judi, namun karena sering kalah judi akhirnya Manik Angkeran mempunyai banyak hutang dan akhirnya meminta tolong kepada sang ayah. Merasa kasihan dengan putranya, Danghyang Siddhimantra memohon bantuan kepada Naga Basuki yang berada di Gunung Agung. Dengan membunyikan genta, Danghyang Siddimantra membangunkan Sang Naga Basuki yang kemudian memberikannya beberapa keping emas.

Pertemuan antara Danghyang Siddimantra dan Naga Basuki diketahui oleh putranya Manik Angkeran. Karena didorong kegemaran berjudinya, Manik Angkeran kemudian datang sendiri memohon emas kepada Sang Naga. Melihat ekor Sang Naga yang bermahkotakan intan dan beralaskan emas, maka muncul sifat jahat dari Manik Angkeran. Saat Sang Naga lengah, Manik memotong ekor Naga Basuki. Lalu Naga Basuki marah dan menyemburkan api hingga membunuh Manik Angkeran.

Mengetahui putranya tewas, Mpu Bekung memohon kepada Naga Basuki untuk menghidupkannya kembali. Permintaan itu dituruti Sang Naga asalkan Mpu Bekung dapat mengembalikan ekornya. Lalu ekor Sang Naga pun dapat kembali seperti semula dan Manik Angkeran dihidupkan kembali. Setelah hidup Manik Angkeran diserahkan kepada Sang Naga Basuki untuk mengabdi di Gunung Agung. Mpu Bekung kemudian kembali ke Kerajaan Daha dengan meninggalkan Manik Angkeran di kaki Gunung Agung.

Saat tiba di tanah genting, Mpu Bekung teringat kembali akan sifat gemar berjudi Manik Angkeran. Untuk mencegah anaknya kembali ke Daha dan berjudi, melalui sebuah meditasi Yoga, goresan tongkat Mpu Bekung di tanah genting kemudian berubah menjadi perairan. Perairan tersebut kini dikenal dengan Selat Bali, yakni selat yang memisahkan Pulau Bali dan Pulau Jawa. Walaupun belum dapat dipastikan kebenarannya, tetapi bukti yang ada saat ini juga sulit dibantah.

Di lokasi Danghyang Siddhimantra beryoga sebelum memisahkan Bali dan Jawa kini berdiri kokoh sebuah pulau bernama Pura Segara Rupek. Pura ini berlokasi di Taman Nasional Bali Barat, tepat di ujung Bali. Lokasi Pura berjarak sekitar 2 kilometer dari Pulau Jawa. Selain itu keturunan Manik Angkeran yang disebut Ngurah Sidemen hingga hari inipun masih berkewajiban menjadi pemangku di Pura Besakih di kaki Gunung Agung. Sumber lain yakni beberapa penulis Eropa seperti Raffles dan J. Hagemen juga membenarkan bahwa Bali dan Jawa dahulu merupakan satu daratan.

Namun menurut para penulis tersebut, terpisahnya Pulau Bali dan Pulau Jawa disebabkan oleh bencana letusan sebuah Gunung Berapi. Ketiga penulis menerangkan, Terpisahnya Bali dan Jawa terjadi pada abad ke 13. Raffles menerangkan peristiwa tersebut pun terjadi pada tahun 1.204 masehi. Setali tiga uang dengan asal usulnya, kapan pulau berbentu Palu Godam ini disebut dengan Bali  tidak ada yang dapat memastikannya. Sumber-sumber historis belum memberikan informasi tuntas mengenai permulaan nama Bali.

Ida Bagus Putu Bangli dalam buku Mutiara Dalam Budaya Hindu Bali menguraikan, tiga nama untuk Pulau Bali yakni Wali, Bali dan Banten. Ketiga istilah memiliki makna yang sama yakni persembahan. ketiga nama tersebut paling sering disebut dalam berbagai prasasti yang ditemukan. Dalam Prasasti  Blanjong yang berangka tahun 835 saka tertera kata Wali Dwipa. Prasasti Blajong disebut prasasti tertua yang ditemukan di Bali. Kata ‘Bali’ untuk menyebut nama Pulau Bali juga ditemukan dalam Prasasti Buahan D yang berangka tahun 1103 saka.

Sedangkan kata ‘Banten’ untuk menyebut nama pulau ini ditemukan dalam Prasasti Tengkulak A yang berangka tahun 945 saka. Sebutan Banten ditemukan pula dalam kaitannya dengan nama Raja Bali Kuna yang ditemukan dalam Prasasti Langgahan yang berangka tahun 1259 saka. Raja bali ini bernama Sri Asta Sura Ratna Bumi Banten yang dapat diartikan Rajat Ibarat Delapan Dewa sebagai permatanya Pulau Banten.

Bali, Wali maupun Banten memiliki arti yang sama yakni persembahan. Cerita perjalanan Maharesi Markandeya bersama ratusan pengikutnya menjadi bagian yang tak terpisahkan dari nama ini. Sesuai dengan petunjuk yang didapat, untuk dapat tinggal di Pulau Bali, Maharesi Markandeya harus melakukan upacara penolak balak yang disebut Panca Datu. Maharesi kemudian mengajarkan kepada pengikutnya dengan melakukan ritual penyembahan surya tiga kali dalam sehari memakai alat-alat berbali atau sesajen yang mengandung tiga unsur meliputi api, air dan bunga.

Lama kelamaan ajaran agama itu disebut dengan Agama Bali, dan nama Bali dipakai juga untuk menamai daerah tersebut. Dapat dikatakan asal nama Pulau Bali diartikan sebagai daerah yang melakukan segala sesuatu  menggunakan berbali atau sesajen. Hal ini semakin diperkuat dengan bukti bahwa warga Bali sangat identik dan tidak lepas dari sesajen dalam menjalankan kehidupan sehari-hari.



Sumber : NET. Bali - Bali Story | Asal Usul Pulau Bali


EmoticonEmoticon