Situs Candi Ditemukan di Purworeja Setelah Terjadinya Longsor

Reruntuhan candi yang bentuknya mirip piramida ditemukan usai bencana longsor di Purworejo Jawa Tengah. Situs yang berada di Desa Sidomulyo ini memiliki susunan batu berundak. Tinggi bangunan mencapai 200 meter. Luasnya diperkirakan mencapai satu setengah hektar. Warga baru mengetahuinya beberapa hari setelah longsor. Sebenarnya sebelum terjadi longsor, warga sekitar sudah pernah menduga bahwa di perbukitan panggung ada sebuah candi.

Image : okezone.com

Sebab sebelumnya pernah ditemukan Arca dan pecahan batu-batuan bangunan kuno. Lokasi yang dinamakan oleh warna dengan nama bukit pajangan ini akhirnya didatangi oleh tim peneliti dari Universitas Islam Indonesia atau yang biasa dikenal dengan UII dari Jogjakarta. Kedatangan mereka memang khusus untuk mengamati dan menganalisa keberadaan batuan berundak tersebut. Berdasarkan bentuk dan kondisi dari batuan yang ditemukan, dugaan sementara bahwa bangunan bersejarah ini lebih tua dan lebih besar dari Candi Borobudur yang ada di Magelang.

Baca Juga :
Candi Singosari, Bukti Peninggalan Kerajaan Singosari
Candi Borobudur Sebagai Penunjuk Waktu Masa Lampau

Salah satu peneliti mengungkapkan “Kita belum tahu apakah candi ini masuk dalam candi kelompok Budha atau Hindu. Sebab kita belum melihat ciri khas yang lain. Sebab biasanya kalau seperti candi-candi itu kan ada tipe gohpalanya. Dari gohpala tersebut bisa disimpulkan bahwa candi itu masuk ke Hindu, sedangkan candi Budha seperti pada Borobudur maka bentuknya seperti singa. Jadi memang kedua hal tersebut harus diamati secara cermat. Sedangkan candi yang ada disini berupa susunan batu dan ini diperkirakan memang candi namun belum candi tipe apa belum diketahui”.

Mendengar berita tentang keberadaan candi ini, maka warga sekitar mulai berbondong-bondong mendatangi lokasi untuk menghilangkan rasa penasaran mereka. Akan tetapi demi keselamatan, pihak kepolisian Purworejo memberikan batas keamanan karena masih rawan akan longsor. Penelitian ini selanjutnya ditangani oleh Ahli Arkeologi dan Geologi dari Jogjakarta untuk mengungkap dan mengkaji lebih lanjut penemuan candi kuno ini.


Sumber : Net Tv

Indonesia Merupakan Negeri di Tengah Cincin Api

Sebagai sebuah negara yang terdiri dari beribu pulau, Indonesia sudah ditakdirkan berada pada jalur gempa yang paling aktif di muka bumi. Indonesia pun berada pada posisi antara tumpukan tiga lempeng benua yakni pada bagian utara ada lempeng Eurasia, di selatan ada lempeng Indo-Australia dan di bagian timurnya dengan lempeng Pasifik. Kondisi tersebut mengakibatkan hampir seluruh tanah yang berada di Indonesia nyaris saja rawan terhadap bermacam ancaman kegempaan. Pulau Kalimantan dalam hal ini termasuk pengecualian. Sebagaimana hal tersebut telah tertera pada sejarah kegempaan, Badan Meteorologi, Klimatologi dan juga Geofisika atau yang biasa disingkat BMKG.

Image : flickr.com

Gempa, Tsunami dan juga Letusan Gunung Berapi telah menjadi bagian dari sejarah panjang peradaban di nusantara. Berada di tengah cincin api, Indonesia adalah rumah bagi sejumlah bencana alam terkuat yang pernah terjadi di bumi. Gempa dan Tsunami yang melanda Aceh 26 Desember 2004 merupakan salah satunya. Sekitar 130 ribu jiwa tewas akibat bencana tersebut. Gunung berapi yang memiliki letusan terdasyat di bumi juga ada di negeri ini.

Baca Juga :
Letusan Mahadahsyat, Menyisakan Sejarah Toba di Tanah Samosir
Fenomena Karst Gunung Kidul Yang Menakjubkan

Gunung Tambora di Sumbawa Nusa Tenggara Barat yang meletus pada April 1815 telah mengguncang dunia. Letusan ini termasuk salah satu bencana berskala global. Kemudian letusan Gunung Krakatao di Selat Sunda pada Agustus 1883 yang membangunkan dunia. Erupsinya diperkirakan setara 13.000 kali ledakan Bom Atom Heroshima pada masa perang dunia ke dua. Letusannya menciptakan Tsunami hebat dan melahirkan anak Krakatao yang tumbuh cepat dari dasar laut.

Amuk Kelud di Kediri Jawa Timur yang terjadi 2014 juga mengakibatkan 100 ribu penduduk terpaksa mengungsi. Abu vulkanik yang disemburkan gunung tersebut menjangkau wilayah Jawa Tengah dan Jawa Barat. Sebelumnya ada Merapi yang memuntahkan lahar panasnya pada Oktober 2010 dan merenggut nyawa juru kuncinya, Mbah Marijan, yang menolak diungsikan. Juga ada Sinabung yang meletus pada November 2013 dan membuat puluhan ribu keluarga terpaksa mendiami posko pengungsian.

Nyatanya, diatas bumi yang paling bergejolak ini, masyarakat tumbuh dan berkembang selama ribuan tahun. Indonesia menjadi negara yang penduduknya terbanyak tinggal di dalam jangkauan gunung api. Ada sekitar 127 gunung berapi yang masih aktif yang saling terjalin dan melintasi Indonesia ini. Dari semua jumlah itu, di pulau Jasa saja jumlahnya mencapai 30. Itu semua berarti terdapat sekitar 120 juta orang yang sekarang ini hidupnya berada pada bayang-bayang gunung berapi. Dekat dan akrabnya warga ke lokasi gunung berapi memang sudah terbukti kefatalannya. Sebab sedikinya ada 150 ribu jiwa akhirnya tewas akibat letusan gunung berapi di seluruh nusantara dalam kuran waktu yang lama yaitu 500 tahun terakhir.

Namun dibalik kehancuran yang diakibatkannya, gunung berapi menyimpan berkah yang memberikan penghidupan. Debu akibat letusannya menyuburkan tanah seolah melihat untaian zamrud yang berjajar sepanjang katulistiwa. Petani di Jawa, Bali, hingga Nusantara bisa memanen padi hingga tiga kali setiap tahun. Berkah yang tak bisa dilakukan di belahan bumi lain. Kini masyarakat modern menemukan berkah lain dari gunung berapi yaitu Sumber Energi Tenaga Panas Bumi .

Indonesia menjadi tuan rumah bagi sebagian besar energi bersih ini di bumi. Selain itu juga terdapat kekayaan jenis dan sebaran mineral yang terendapkan dari proses geologi ekstrem yang kemudian menjadi berkah tersendiri di dalam bayang-bayang bencana. Bagaimana pun kita telah menjadi bagian dari alam, dengan demikian hidup berdampingan dan selaras dengan alam adalah keharusan yang tidak bisa ditawar. Bencana ataupun nikmat dari alam adalah salah satu sisi dari keping mata uang yang sama sehingga harus disikapi berbarengan. Serti Mbah Marijan dan puluhan warga yang percaya merapi adalah rumah yang harus diterima dalam kondisi baik ataupun buruk.     


Sumber : Metro Tv

Keindahan Danau Satonda di Dompu Nusa Tenggara Timur

Berjarak sekitar 30 km dari Gunung Tambora terdapat pulau kecil bernama Satonda. Satonda adalah pulau vulkanik yang terbentuk dari letusan dahsyat Gunung Tambora tahun 1815. Untuk mencapai pulau yang terletak di laut flores bisa melalu desa terdekat yakni Desa Nangamiro. Untuk menuju Pulau Satonda dibutuhkan waktu perjalanan darat sekitar tiga sampai empat jam jika dari Dompu, sesampainya di Desa Nangamiro anda akan membutuhkan sekitar kurang lebih 20 menit lagi dari Pelabuhan Beranti menggunakan perahu motor.

Image : flickr.com

Nama Satonda berasal dari kata Tonda yang artinya jejak. Entah mengapa disebut demikian. Tapi para ilmuwan menyakini di Pulau Satonda terdapat jejak sejarah awal bumi. Alasan ini membuat Satonda menjadi objek penelitian sejak tahun 1984. Pulau Satonda memiliki danau air asin di tengah pulau seluas 400 hektar.

Ada tiga teori terbentuknya Danau Satonda. Yang pertama karena adanya tsunami kecil ketika pasca erupsi Gunung Tambora sehingga terbentuklah sebuah kawah kecil atau kaldera yang terisi air laut. Yang kedua yaitu adanya lorong dari bawah laut yang membuat air-air laut ini bisa masuk ke dalam danau ini, lalu kemudian terkunci seiring berjalannya waktu. Dan teori yang ketiga dan ini yang paling banyak diyakin yaitu dulu pasang surut air laut di sekitar Satonda itu cukup tinggi, dan seiring berjalannya waktu pasang surut tersebut mulai berkurang dan tersisalah air laut yang ada di Danau Satonda tersebut.

Selain menarik perhatian para ilmuwan, Pulau Satonda juga diminati wisatawan. Keberadaan tanaman langka seperti Pohon Kalibuda antara lain membuat Pulau Satonda ditetapkan menjadi Taman Wisata Alam sejak tahun 1998. Kekurangan Satonda yang hampir tidak tersentuh teknologi justru menambah nilai lebih Pulau Kecil ini.
 

Kategori

Kategori