Sudah jadi hal yang umum apabila para orangtuah sering kewalahan saat mengurus anak-anaknya. Maka, sejak jaman kakek nenek pulalah kita bisa mendengar berbagai macam cerita dan kebiasaan menghukum anak supaya menurut. Metode hukuman yang diterapkan seringkali malah jadi kebiasaan yang diterima sebagai suatu yang dianggap wajar dari generasi ke generasi berikutnya.
image by : pixabay.com
Akan tetapi saat ini, terdapat beberapa cara untuk menghukum yang sudah tidak lagi relevan untuk menjadikan anak menurut. Alih-alih kok mengajarkan anak disiplin, beberapa jenis hukuman ternyata malah bisa menjadikan trauma dan luka batin pada diri anak. Lalu, apa saja sih cara-cara yang sebaiknya sudah tidak kita gunakan lagi?
Baca Juga :
Tahukah Anda Kenapa Bayi Sering Rewel Saat Tidur?
8 Alasan Kenapa Anak-Anak Tidak Boleh Bermain di Air Banjir
1. Pukulan Pada Bokong
Dulu, bokong adalah tempat yang dianggap wajar untuk dipukul sebab tidak akan menumbulkan bekas luka. Bahkan di tahun 2014, di dalam sebuah study yang dilakukan, terdapat sekitar 76 persen ayah dan 65 persen dari kaum ibu menganggap bahwa pukulan pada bokong boleh-boleh saja dilakukan saat menghukum anak. Beruntung, sekarang ini praktek seperti itu sudah mulai berkurang.
Ini didasari berdasarkan penelitian bahwa hukuman tersebut ternyata tidaklah efektif dan justru malah mengarah pada kontra produktif. Sedangkan study di tahun 2016 yang pernah dipublikasikan oleh Journal of Family Psychology meneliti kembali data riset 50 tahun tentang 160.000 anak yang pernah pukulan-pukulan pada bokongnya.
Berdasarkan pada data tersebut, para peneliti menemukan bahwa jenis hukuman tersebut kurang berhasil mengubah perilaku nakal si anak. Alangkah baiknya bila pukulan pada bokong tersebut justru malah memicu perilaku yang tidak sehat, trauma pada mental, sifat agresi dan kecenderungan anak untuk menjadi anti sosial. Yang lebih buruk lagi, hukuman seperti itu justru malah menjadi semacam pelecehan terhadap anak.
Oleh sebab itulah, para ahli menyarankan supaya orangtua tidak lagi memakai hukuman itu terhadap anaknya. Menurut penulis buku ‘’No Drama Discipline’’ karya Daniel J. Siegel dan Tina Payne Bryson, terjadinya kontak fisik terkadang memang jadi cara yang sangat ampuh. Tetapi daripada melakukan dengan cara kekerasan, lebih baik lagi apabila kita jongkok setara dengan tingi sang anak, kemudian sentuhan yang lebih lembut supaya mereka bisa fokus.
2. Berteriak Kepada Sang Anak
Di saat perilaku sang anak menjengkelkan dan terkesan ribut, kita sering kehilangan kesabaran, lalu berteriak untuk menyuruh mereka berhenti berulah. Apakah cara tersebut benar? Ternyata tidak. Cara yang lebih berhasil dan lebih baik agar membuat anak anda berhenti berulah adalah dengan mendekatinya kemudian berbicara dengan suara yang tenang.
Ini merupakan taksik supaya anak mau mengikuti suasana itu dan bisa memahami bagaimanakah sebaiknya berbicara. Selain itu, apabila kita bisa berbicara secara pelan, maka anak akanberusaha mendengarkan dan menghentikan teriakannya. Berdasarkan perkataan para peneliti pendidikan anak, sikap yang cenderung marah dan frustasi justru akan memancing timbulnya teriakan lebih keras lagi dari si anak.
Bila hal tersebut telah menjadi kebiasaan, anak akan menganggap hal tersebut sebagai hal yang lumrah sehingga tidak mau berusaha merubah sikapnya. Akan tetapi komunikasi yang lembut dan juga tenang bisa menghadirkan suasana yang lebih kondusif dan efektif untuk memberi tahu pada anak.
3. Mendidik Anak Secara Keras
Ada cara yang benar supaya menghasilkan andak yang penurut dan baik. Yaitu dengan didikan yang terbilang keras. Akan tetapi, cara itu ternyata tidak mampu mendorong anak untuk memunculkan rasa empati. Disamping itu, cara yang keras juga tidaklah adil. Sebab orang tua tidak jadi model dalam berperilaku seperti yang mereka tuntut kepada anak.
Hal ini seolah menunjukkan kekuasaan yang sepihak yang dimiliki oleh orang tua. Sebuah studi menyebutkan bahwa tuntutan yang keras kepada anak kecil bukanlah cara yang produktif. Alangkah lebih baik kalau orangtuah memberikan penjelasan tentang kenapa hal-hal tertentu memerlukan tindakan dan bagaimana melaksanakannya.
Seorang anak yang sedang malas untuk belajar misalnya, ia tidak bisa dipaksakan untuk memelototi buku yang berada di depannya dengan perasaran takut kena marah. Ia mungkin cuma sekedar mambaca tanpa wajib memahami maknnya yang terkandung. Lebih baik apabila ia dijelaskan kenapa perlu belajar dan apa gunannya, sehingga tindakan belajar itu muncul sebab kesadarannya.
4. Selalu Berkata Tidak
Selalu mengatakan tidak apabila anak menginginkan sesuatu justru akan menjadikan mereka mencari cara untuk bisa mengakalinya. Di dalam beberapa pertengkaran, mengalah atau mengucapkan ya merupakan sebuah strategi agar menghindari konflik yang sebenarnya tidak perlu. Akan tetapi dalam hal ini orang tua harus melihat terlebih dahulu apa permintaan dari anaknnya.
Kalau anak anda minta ijin untuk bermain dengan gergaji listrik misalnya, apakah anda akan mengatakan ya? Hal mendasar yang harus diperhatikan oleh orang tua adalah keselamatan dan kesehatan anak-anak anda. Ingatlah, kita ini berhadapan dengan makhluk kecil yang kadang-kadang sulit dimengerti apa yang dia inginkan. Orang tua bisa mengucapkan ya apabila kondisinya memungkinkan, atau disertai dengan syarat-syarat tertentu.
Misalnya, ya, kamu boleh bermain itu tadi dengan syarat...Nah, syarat-syarat yang diajukan oleh orang tua sebaiknya diselingi dengan penjelasan kenapa hal tersebut perlu dipatuhi dan apa tujuan dari semuanya. Dengan demikian, anak anda kana mempunyai tanggung jawab terhadap perbuatan dan menyadari akan akibat dari keinginannya.
5. Tidak Mau Berkompromi
Kenapa anda tidak bisa menerima kompromi? Hidup di jaman apa sebenarnya anda? Kenapa anda tidak bisa berkompromi dengan anak-anak? Ada cara bernegosiasi dengan anak-anak yang akan menuntun mereka pada perilaku lebih baik kemudian hari. Hal yang mesti dilakukan oleh orang tua yaitu membuat kesepakatan dimana kita sebenarnya yang memegang kendali, namun membuat anak merasa dimenangkan dengan adanya perjanjian itu.
Pada awalnya orangtua harus membangun empati supaya anak merasa nyaman dan aman. Kemudian berikan kepada anak pilihan-pilihan sesuai dengan batasan yang telah ditetapkan. Biasanya para anak akan merasa berada diatas angin sebab bisa menentukan pilihan. Seorang anak seringkali tidak menyadari bahwa seluruh pemilihan itu adalah pilihan yang baik yang sudah dianjurkan oleh mereka. Dengan cara seperti itu, anak akan merasa diberikan kebebasan menentukan apa yang mereka inginkan, dan tidak menganggp orangtuannya sebagai orang tua yang kaku yang tidak asik.
Baca Juga :
Tahukah Anda Kenapa Bayi Sering Rewel Saat Tidur?
8 Alasan Kenapa Anak-Anak Tidak Boleh Bermain di Air Banjir
1. Pukulan Pada Bokong
Dulu, bokong adalah tempat yang dianggap wajar untuk dipukul sebab tidak akan menumbulkan bekas luka. Bahkan di tahun 2014, di dalam sebuah study yang dilakukan, terdapat sekitar 76 persen ayah dan 65 persen dari kaum ibu menganggap bahwa pukulan pada bokong boleh-boleh saja dilakukan saat menghukum anak. Beruntung, sekarang ini praktek seperti itu sudah mulai berkurang.
Ini didasari berdasarkan penelitian bahwa hukuman tersebut ternyata tidaklah efektif dan justru malah mengarah pada kontra produktif. Sedangkan study di tahun 2016 yang pernah dipublikasikan oleh Journal of Family Psychology meneliti kembali data riset 50 tahun tentang 160.000 anak yang pernah pukulan-pukulan pada bokongnya.
Berdasarkan pada data tersebut, para peneliti menemukan bahwa jenis hukuman tersebut kurang berhasil mengubah perilaku nakal si anak. Alangkah baiknya bila pukulan pada bokong tersebut justru malah memicu perilaku yang tidak sehat, trauma pada mental, sifat agresi dan kecenderungan anak untuk menjadi anti sosial. Yang lebih buruk lagi, hukuman seperti itu justru malah menjadi semacam pelecehan terhadap anak.
Oleh sebab itulah, para ahli menyarankan supaya orangtua tidak lagi memakai hukuman itu terhadap anaknya. Menurut penulis buku ‘’No Drama Discipline’’ karya Daniel J. Siegel dan Tina Payne Bryson, terjadinya kontak fisik terkadang memang jadi cara yang sangat ampuh. Tetapi daripada melakukan dengan cara kekerasan, lebih baik lagi apabila kita jongkok setara dengan tingi sang anak, kemudian sentuhan yang lebih lembut supaya mereka bisa fokus.
2. Berteriak Kepada Sang Anak
Di saat perilaku sang anak menjengkelkan dan terkesan ribut, kita sering kehilangan kesabaran, lalu berteriak untuk menyuruh mereka berhenti berulah. Apakah cara tersebut benar? Ternyata tidak. Cara yang lebih berhasil dan lebih baik agar membuat anak anda berhenti berulah adalah dengan mendekatinya kemudian berbicara dengan suara yang tenang.
Ini merupakan taksik supaya anak mau mengikuti suasana itu dan bisa memahami bagaimanakah sebaiknya berbicara. Selain itu, apabila kita bisa berbicara secara pelan, maka anak akanberusaha mendengarkan dan menghentikan teriakannya. Berdasarkan perkataan para peneliti pendidikan anak, sikap yang cenderung marah dan frustasi justru akan memancing timbulnya teriakan lebih keras lagi dari si anak.
Bila hal tersebut telah menjadi kebiasaan, anak akan menganggap hal tersebut sebagai hal yang lumrah sehingga tidak mau berusaha merubah sikapnya. Akan tetapi komunikasi yang lembut dan juga tenang bisa menghadirkan suasana yang lebih kondusif dan efektif untuk memberi tahu pada anak.
3. Mendidik Anak Secara Keras
Ada cara yang benar supaya menghasilkan andak yang penurut dan baik. Yaitu dengan didikan yang terbilang keras. Akan tetapi, cara itu ternyata tidak mampu mendorong anak untuk memunculkan rasa empati. Disamping itu, cara yang keras juga tidaklah adil. Sebab orang tua tidak jadi model dalam berperilaku seperti yang mereka tuntut kepada anak.
Hal ini seolah menunjukkan kekuasaan yang sepihak yang dimiliki oleh orang tua. Sebuah studi menyebutkan bahwa tuntutan yang keras kepada anak kecil bukanlah cara yang produktif. Alangkah lebih baik kalau orangtuah memberikan penjelasan tentang kenapa hal-hal tertentu memerlukan tindakan dan bagaimana melaksanakannya.
Seorang anak yang sedang malas untuk belajar misalnya, ia tidak bisa dipaksakan untuk memelototi buku yang berada di depannya dengan perasaran takut kena marah. Ia mungkin cuma sekedar mambaca tanpa wajib memahami maknnya yang terkandung. Lebih baik apabila ia dijelaskan kenapa perlu belajar dan apa gunannya, sehingga tindakan belajar itu muncul sebab kesadarannya.
4. Selalu Berkata Tidak
Selalu mengatakan tidak apabila anak menginginkan sesuatu justru akan menjadikan mereka mencari cara untuk bisa mengakalinya. Di dalam beberapa pertengkaran, mengalah atau mengucapkan ya merupakan sebuah strategi agar menghindari konflik yang sebenarnya tidak perlu. Akan tetapi dalam hal ini orang tua harus melihat terlebih dahulu apa permintaan dari anaknnya.
Kalau anak anda minta ijin untuk bermain dengan gergaji listrik misalnya, apakah anda akan mengatakan ya? Hal mendasar yang harus diperhatikan oleh orang tua adalah keselamatan dan kesehatan anak-anak anda. Ingatlah, kita ini berhadapan dengan makhluk kecil yang kadang-kadang sulit dimengerti apa yang dia inginkan. Orang tua bisa mengucapkan ya apabila kondisinya memungkinkan, atau disertai dengan syarat-syarat tertentu.
Misalnya, ya, kamu boleh bermain itu tadi dengan syarat...Nah, syarat-syarat yang diajukan oleh orang tua sebaiknya diselingi dengan penjelasan kenapa hal tersebut perlu dipatuhi dan apa tujuan dari semuanya. Dengan demikian, anak anda kana mempunyai tanggung jawab terhadap perbuatan dan menyadari akan akibat dari keinginannya.
5. Tidak Mau Berkompromi
Kenapa anda tidak bisa menerima kompromi? Hidup di jaman apa sebenarnya anda? Kenapa anda tidak bisa berkompromi dengan anak-anak? Ada cara bernegosiasi dengan anak-anak yang akan menuntun mereka pada perilaku lebih baik kemudian hari. Hal yang mesti dilakukan oleh orang tua yaitu membuat kesepakatan dimana kita sebenarnya yang memegang kendali, namun membuat anak merasa dimenangkan dengan adanya perjanjian itu.
Pada awalnya orangtua harus membangun empati supaya anak merasa nyaman dan aman. Kemudian berikan kepada anak pilihan-pilihan sesuai dengan batasan yang telah ditetapkan. Biasanya para anak akan merasa berada diatas angin sebab bisa menentukan pilihan. Seorang anak seringkali tidak menyadari bahwa seluruh pemilihan itu adalah pilihan yang baik yang sudah dianjurkan oleh mereka. Dengan cara seperti itu, anak akan merasa diberikan kebebasan menentukan apa yang mereka inginkan, dan tidak menganggp orangtuannya sebagai orang tua yang kaku yang tidak asik.
Sumber : kompas.com