Tidak sekedar menyandang Kota Pahlawan, Kota Pahlawan Surabaya menyimpan sejarah perjuangan panjang dibaliknya. Hingga kini semangat pahlawan menjadi bagian tak terpisahkan dari warga dan kehidupan kota ini. Surabaya merupakan kota terbesar kedua di nusantara. Pada usianya yang ke 270 tahun, Surabaya masih dan terus menjadi rumahnya bagi tak kurang 3 juta penghuninya.
Image : flickr.com
Kota ini juga tak henti torehkan deretan prestasi. Pemerintah masa depan terbaik se Asia Pasifik tahun 2013, kota ramah pejalan kaki, dan kota seribu taman baru sebagian diantaranya. Namun predikat yang senantiasa melekat erat, Surabaya adalah Kota Pahlawan. Predikat Kota Surabaya sebagai Kota Pahlawan berawal dari pertempuran besar pada tanggal 19 September 1945.
Baca Juga :
Sejarah dan Perkembangan Kota Cimahi
Bangunan Tua di Kota Lama Jakarta
Sejarah tersebut bermula dari sebuah Hotel yang bernama Hotel Yamato yang sekarang berubah nama menjadi Hotel Majapahit. Berdiri sejak tahun 1910 tepat di jantung kota, pemilik awalnya pedagang asal Armenia Lucas Martin Sarkis, perancangnya seorang arsitek asal Inggris James Afprey. Melewati serangkaian cerita kota, sekaligus menjadi saksi sejarah sebuah bangsa, Yamato, Oranje, dan Majapahit masa kini senantiasa kokoh berdiri.
Masih di tahun yang sama yaitu 1945 pasca kemerdekaan, bendera Belanda berkibar di tiap sudut Kota Surabaya dan salah satunya di puncak Hotel Yamato. Kondisi tersebut memicu kemarahan arek-arek Suroboyo (anak-anak Surabaya) dan dengan tekad mempertahankan Indonesia. Seorang pemuda berani keluar dari kerumunan dan memanjat tiang setinggi 12 meter untuk merobek warna biru bendera Belanda.
Dan akhirnya Sang Saka Merah Putih tetap berkibar di Kota Surabaya. Hotel Majapahit bukan satu-satunya fragmen dalam kisah patriotisme kota ini. Sebuah bangunan megah di Jalan Tunjungan yang kini beralih fungsi menjadi salah satu sentra bergulirnya roda ekonomi juga menyimpan sejuta histori. Salah satu tempat perbelanjaan megah berdiri di Jalan Tunjungan yaitu Tunjungan City yang menjadi pusat perbelanjaan elektronik di Kota Surabaya.
Namun tidak banyak yang tahu bahwa gedung Tunjungan City dahulu merupakan benteng untuk menahan serangan sekutu dari arah utara di tahun 1945. Sejatinya, setiap langkah, setiap ruas jalan dan setiap sudut Surabaya adalah sejarah. Tapi ada satu tempat yang merangkumkan semuanya dalam diorama-diorama juga mendokumentasi beragam prasasti, berbagai bukti serta menyimpan tekad dan semangat.
Puncak pertempuran besar terjadi 10 November 1945, salah satu tempatnya berada di sebuah bentang Jembatan Merah yang berada di pusat Kota Surabaya. Seorang Sejarawan Imam Widodo menorehkan sepenggal peristiwa berdarah ini di dalam bukunya. Kini 10 November di Kota Surabaya telah menjadi sejarah panjang membuat bukti kemerdekaan dan gelora perjuangan jadi bagian tak terpisahkan pada sendi kehidupan setiap warga.
Dan para penghuni kota punya sejuta cara mengenang perjuangan leluhur sekaligus pahlawan mereka. Salah satunya menghidupkan semangat juang dalam pertunjukan seni. Bukan sekedar unjuk gigi atau pamer kebolehan, melainkan berlandas kesadaran bahwa bangsa besar adalah bangsa yang mengharga jasa pahlawan serta senantiasa ingat pada akar sejarahnya.
Sumber : Net.TV
Baca Juga :
Sejarah dan Perkembangan Kota Cimahi
Bangunan Tua di Kota Lama Jakarta
Sejarah tersebut bermula dari sebuah Hotel yang bernama Hotel Yamato yang sekarang berubah nama menjadi Hotel Majapahit. Berdiri sejak tahun 1910 tepat di jantung kota, pemilik awalnya pedagang asal Armenia Lucas Martin Sarkis, perancangnya seorang arsitek asal Inggris James Afprey. Melewati serangkaian cerita kota, sekaligus menjadi saksi sejarah sebuah bangsa, Yamato, Oranje, dan Majapahit masa kini senantiasa kokoh berdiri.
Masih di tahun yang sama yaitu 1945 pasca kemerdekaan, bendera Belanda berkibar di tiap sudut Kota Surabaya dan salah satunya di puncak Hotel Yamato. Kondisi tersebut memicu kemarahan arek-arek Suroboyo (anak-anak Surabaya) dan dengan tekad mempertahankan Indonesia. Seorang pemuda berani keluar dari kerumunan dan memanjat tiang setinggi 12 meter untuk merobek warna biru bendera Belanda.
Dan akhirnya Sang Saka Merah Putih tetap berkibar di Kota Surabaya. Hotel Majapahit bukan satu-satunya fragmen dalam kisah patriotisme kota ini. Sebuah bangunan megah di Jalan Tunjungan yang kini beralih fungsi menjadi salah satu sentra bergulirnya roda ekonomi juga menyimpan sejuta histori. Salah satu tempat perbelanjaan megah berdiri di Jalan Tunjungan yaitu Tunjungan City yang menjadi pusat perbelanjaan elektronik di Kota Surabaya.
Namun tidak banyak yang tahu bahwa gedung Tunjungan City dahulu merupakan benteng untuk menahan serangan sekutu dari arah utara di tahun 1945. Sejatinya, setiap langkah, setiap ruas jalan dan setiap sudut Surabaya adalah sejarah. Tapi ada satu tempat yang merangkumkan semuanya dalam diorama-diorama juga mendokumentasi beragam prasasti, berbagai bukti serta menyimpan tekad dan semangat.
Puncak pertempuran besar terjadi 10 November 1945, salah satu tempatnya berada di sebuah bentang Jembatan Merah yang berada di pusat Kota Surabaya. Seorang Sejarawan Imam Widodo menorehkan sepenggal peristiwa berdarah ini di dalam bukunya. Kini 10 November di Kota Surabaya telah menjadi sejarah panjang membuat bukti kemerdekaan dan gelora perjuangan jadi bagian tak terpisahkan pada sendi kehidupan setiap warga.
Dan para penghuni kota punya sejuta cara mengenang perjuangan leluhur sekaligus pahlawan mereka. Salah satunya menghidupkan semangat juang dalam pertunjukan seni. Bukan sekedar unjuk gigi atau pamer kebolehan, melainkan berlandas kesadaran bahwa bangsa besar adalah bangsa yang mengharga jasa pahlawan serta senantiasa ingat pada akar sejarahnya.
Sumber : Net.TV
EmoticonEmoticon