Kontroversi Film G30 S PKI

Sejak 1984, film karya sutradara Arifin C Noer yang berlatar tragedi 30 September 1965 diputar setiap tahun. Film dengan biaya produksi 800 juta ini menjadi tontonan wajib siswa sekolah pada waktu itu. Pemutaran film ini akhirnya dihentikan pada 1998 oleh Menteri Penerangan saat itu yakni Muhammad Yunus Yosfiah. Salah satu alasan penghentian adalah adanya beberapa film yang menampilkan fakta sejarah yang masih dipertanyakan.

Image : wikipedia.org

Di dalam film digambarkan proses penangkapan dan pembuhan tujuh orang Jenderal termasuk penganiayaan oleh Partai Komunis Indonesia atau yang biasa dikenal dengan PKI. Istri Sang Sutradara yakni Jajang C. Noer menerangkan ‘’Tim forensik ketika itu yang masih tergolong muda, baru mengeluarkan laporannya yang paling baru (setelah reformai) bahwa hasil forensi yang mereka temukan waktu itu tidak seperti apa yang telah kita tahu.

Baca Juga :
Celurit dan Carok Yang Menjadi Identitas Orang Madura

Jadi sebenarnya hasil itu dimanipulasi”. Meski menimbulkan kontroversi, Jajang tidak merasa perlu membuat ulang film itu. Jajang kembali melanjutkan “Mas Arifin membuatnya sangat detail sekali. Ya memang mungkin ada beberapa fakta yang ternyata tidak benar. Seperti dialog ‘darah itu warnanya merah jenderal’ itulah seolah-olah perempuan itu akan menyayat pipinya pak jenderal yang waktu itu Jenderal Suprapto.

Tetapi hal ini oleh masyarakat didialogkan”. Mereka yang bersekolah antara pertengahan tahun 80-an sampai 1998 menonton film G30 S PKI karena diwajibkan. Sebagian masyarakat masih bingung tentang cerita yang sebenarnya, mereka menganggap ngeri dan kejam, dan masyarakat juga ingin tahu sejarah film ini dengan cara mengupasnya secara gamblang.

Sejarawan Hilmar Farid menilai, rekonstruksi sejarah versi satu pihak tentu menjadi polemik. Dia menuturkan “Upaya untuk merekonstruksi sejarah tentu akan menghadapi masalah itu. Tidak akan mungkin menghadirkan masa lalu yang persis sama. Nah, disitulah justru persoalan mulai timbul. Ketika dia tidak persis sama seperti kenyataannya, kemudian kita juga bertanya-tanya tujuannya apa?, narasi yang ingin ditampilkan seperti apa?”

Hilmar kembali melanjutkan “Kita tahu persis bahwa latar belakang film ini dibuat memang secara khusus untuk menegakkan narasi orde baru mengenai peristiwa ini. Kekuatannya masih kita rasakan sampai sekarang. Sementara ada temuan seperti dokumen otopsi itu yang dibuat oleh Tim Forensik Dokter Angkatan Darat yang mengatakan berbeda”. Meluruskan sejarah menjadi kunci mengikis kebencian dan penolakan yang bisa kita lakukan menurut Hilmar adalah kembali kepada fakta sejarah dan melepas kepentingan yang turut menjadi bagian dari sejarah itu.


Sumber : CNN Indonesia




EmoticonEmoticon