Setiap kali kita membicarakan candi, maka kiblat kita akan langsung mengarahkan ke tanah Jawa. Tapi ternyata Pulau Sumatera juga memiliki sebuah komplek candi dan bahkan diduga merupakan salah satu peninggalan terbesar dari sebuah kerajaan yaitu Kerajaan Sriwijaya. Benarkah demikian? Tidak hanya dianugerahi tambang minyak bumi raksasa dan surga perikanan, Riau juga menjadi saksi bisu perjalanan sejarah.
Berada kurang lebih 130 km arah barat Pekanbaru di Desa Muara Takus Kabupaten Kampar, jejak peninggalan Sriwijaya hingga kini masih tertanam. Seorang Bhiksu Budha Tionghoa bernama I Ching pernah bercerita bahwa dia pernah berjalan dari China menuju India dan dia mengatakan pusat Sriwijaya itu terletak di garis nol khatulistiwa. Sebab pada waktu tengah hari I Ching melihat tongkatnya tidak ada bayangannya.
Baca Juga :
Candi Borobudur Sebagai Penunjuk Waktu Masa Lampau
Fenomena Karst Gunung Kidul Yang Menakjubkan
Sehingga disimpulkan bahwa daerah itu adalah daerah khatulistiwa. Dan dia bercerita bahwa di pusat tersebut dia bertemu seribu bhiksuni yang mengajarkan agama Budha. I Ching pernah datang ke Sriwijaya pada abad ke 7 untuk belajar bahasa sangsekerta. Di balik keindahan candi Muara Takus, ada yang menarik dibalik konstruksinya. Jika pada candi-candi lain pada umumnya menggunakan batu andesit, maka ini berbeda dengan candi Muara Takus.
Candi ini hampir 99 persen bangunan didominasi oleh batu bata. Ada sejarah unik di balik proses pembangunan candi kala itu, sebuah desa di tepi danau menjadi saksinya. Sayang saksi bisu sejarah itu kini sudah tenggalam ditelan arus proyek pembangunan. Keberadaan candi kerap kali dikaitkan dengan peradapan yang pernah lahir dan berkembang. Tidak terkecuali dengan candi Muara Takus. Takus disinyalir berasal dari bahasa Tiongkok dimana ‘’Ta’’ berarti besar, ‘’Ku’’ berarti tua, dan ‘’Se’’ berarti candi.
Sehingga candi Muara Takus berarti candi tua yang besar yang terletak di dekat muara sungai. Lantas kerajaan apa yang lekat dengan candi Muara Takus? Benarkah Sriwijaya? Kerajaan Sriwijaya merupakan salah satu kerajaan besar. Bahkan negara-negara Asia berebut mengklaim dirinya sebagai pusat Kerajaan Sriwijaya. Sriwijaya besar karena menjadi pusat penyebaran agama Budha, pusat perdagangan serta erat dengan negara maritim. Jika diperhatikan, terdapat empat bangunan candi dengan struktur yang berbeda, meskipun memiliki fungsi yang sama.
Stupa tinggi yang berbentuk menara dikenal sebagai candi Mahligai memiliki ketinggian 14 meter. Struktur candi memiliki kelengkapan paling bagus, bahkan diperkirakan hingga ujung menara terdapat stupa dengan segala kelengkapannya. Sementara batu fragmen bangunan bergambar fajra dilengkapi biji mantra dengan tulisan negari. Disisi barat Mahligai terdapat candi Palangka dan di bagian selatan berdiri candi Bungsu.
Gugusan candi Muara Takus sebenarnya terdiri dari tujuh buah. Formasi empat candi utama mengalami penambahan seiring dirilisnya temuan baru yakni candi Wajra. Temuan hasil penggalian 200 meter arah timur laut dari komplek percandian utama seakan menambah deretan candi sekaligus menjadi penanda agama Budha Fajrayana, agama yang dikembangkan Sriwijaya sebagai penanda zaman.
Menurut Arkeolog bernama Eri Sudewo mengatakan bahwa ‘’Setelah kami analisis, ternyata tidak satupun dari objek candi yang unsur penyusunnya sama dengan konsep yang berasal dari India. Artinya apa? Yang membuat ini adalah leluhur bangsa Indonesia sendiri. Secara seni maupun ekolografi artinya pakar tentang archa itu menyebutkan ada style seni Sailendra. Nah, ciri-cici style Sailendra itu bisa kita temukan pada archa, dimana itu sama dengan archa-archa yang ditemukan di jawa pada masa Mataram kuno. Jadi artinya, memang klop bahwa objek-objek ini juga berasal dari masa kira-kira abad ke 9 atau 10 Masehi’’.
Memang sempat timbul keraguan tentang orisinalitas candi Muara Takus sebagai peninggalan Budha. Pasalnya ditemukan sosok Ganesha muncul dalam objek temuan. Sosok dewa berkepala Gajah yang kerap dikaitkan dengan agama hindu. Jika dicermati kembali, sampai saat ini para peneliti masih berspekulasi tentang usia candi Muara Takus. Di Riau, bebatuan tua yang disimpan di museum pun tidak banyak menjelaskan bahan materialnya.
Nah, apakah candi Muara Takus merupakan pusat sejarah Sriwijaya? Banyak pendapat yang mendukung hal ini. Namun, selama bukti otentik belum ditemukan, candi Muara Takus masih menjadi misteri rahasia zaman. Hingga saat ini penelitian demi penelitian masih dilakukan demi mengidentifikasi alur sejarah spesifik dari candi Muara Takus, tentunya tidak semata-mata hal ini hanya mengandalkan konstribusi para peneliti, tetapi bagaimana kerjasama serta kesiapan dari pemerintah dan masyarakat mampu berjalan beriringan.
Baca Juga :
Candi Borobudur Sebagai Penunjuk Waktu Masa Lampau
Fenomena Karst Gunung Kidul Yang Menakjubkan
Sehingga disimpulkan bahwa daerah itu adalah daerah khatulistiwa. Dan dia bercerita bahwa di pusat tersebut dia bertemu seribu bhiksuni yang mengajarkan agama Budha. I Ching pernah datang ke Sriwijaya pada abad ke 7 untuk belajar bahasa sangsekerta. Di balik keindahan candi Muara Takus, ada yang menarik dibalik konstruksinya. Jika pada candi-candi lain pada umumnya menggunakan batu andesit, maka ini berbeda dengan candi Muara Takus.
Candi ini hampir 99 persen bangunan didominasi oleh batu bata. Ada sejarah unik di balik proses pembangunan candi kala itu, sebuah desa di tepi danau menjadi saksinya. Sayang saksi bisu sejarah itu kini sudah tenggalam ditelan arus proyek pembangunan. Keberadaan candi kerap kali dikaitkan dengan peradapan yang pernah lahir dan berkembang. Tidak terkecuali dengan candi Muara Takus. Takus disinyalir berasal dari bahasa Tiongkok dimana ‘’Ta’’ berarti besar, ‘’Ku’’ berarti tua, dan ‘’Se’’ berarti candi.
Sehingga candi Muara Takus berarti candi tua yang besar yang terletak di dekat muara sungai. Lantas kerajaan apa yang lekat dengan candi Muara Takus? Benarkah Sriwijaya? Kerajaan Sriwijaya merupakan salah satu kerajaan besar. Bahkan negara-negara Asia berebut mengklaim dirinya sebagai pusat Kerajaan Sriwijaya. Sriwijaya besar karena menjadi pusat penyebaran agama Budha, pusat perdagangan serta erat dengan negara maritim. Jika diperhatikan, terdapat empat bangunan candi dengan struktur yang berbeda, meskipun memiliki fungsi yang sama.
Stupa tinggi yang berbentuk menara dikenal sebagai candi Mahligai memiliki ketinggian 14 meter. Struktur candi memiliki kelengkapan paling bagus, bahkan diperkirakan hingga ujung menara terdapat stupa dengan segala kelengkapannya. Sementara batu fragmen bangunan bergambar fajra dilengkapi biji mantra dengan tulisan negari. Disisi barat Mahligai terdapat candi Palangka dan di bagian selatan berdiri candi Bungsu.
Gugusan candi Muara Takus sebenarnya terdiri dari tujuh buah. Formasi empat candi utama mengalami penambahan seiring dirilisnya temuan baru yakni candi Wajra. Temuan hasil penggalian 200 meter arah timur laut dari komplek percandian utama seakan menambah deretan candi sekaligus menjadi penanda agama Budha Fajrayana, agama yang dikembangkan Sriwijaya sebagai penanda zaman.
Menurut Arkeolog bernama Eri Sudewo mengatakan bahwa ‘’Setelah kami analisis, ternyata tidak satupun dari objek candi yang unsur penyusunnya sama dengan konsep yang berasal dari India. Artinya apa? Yang membuat ini adalah leluhur bangsa Indonesia sendiri. Secara seni maupun ekolografi artinya pakar tentang archa itu menyebutkan ada style seni Sailendra. Nah, ciri-cici style Sailendra itu bisa kita temukan pada archa, dimana itu sama dengan archa-archa yang ditemukan di jawa pada masa Mataram kuno. Jadi artinya, memang klop bahwa objek-objek ini juga berasal dari masa kira-kira abad ke 9 atau 10 Masehi’’.
Memang sempat timbul keraguan tentang orisinalitas candi Muara Takus sebagai peninggalan Budha. Pasalnya ditemukan sosok Ganesha muncul dalam objek temuan. Sosok dewa berkepala Gajah yang kerap dikaitkan dengan agama hindu. Jika dicermati kembali, sampai saat ini para peneliti masih berspekulasi tentang usia candi Muara Takus. Di Riau, bebatuan tua yang disimpan di museum pun tidak banyak menjelaskan bahan materialnya.
Nah, apakah candi Muara Takus merupakan pusat sejarah Sriwijaya? Banyak pendapat yang mendukung hal ini. Namun, selama bukti otentik belum ditemukan, candi Muara Takus masih menjadi misteri rahasia zaman. Hingga saat ini penelitian demi penelitian masih dilakukan demi mengidentifikasi alur sejarah spesifik dari candi Muara Takus, tentunya tidak semata-mata hal ini hanya mengandalkan konstribusi para peneliti, tetapi bagaimana kerjasama serta kesiapan dari pemerintah dan masyarakat mampu berjalan beriringan.
Sumber : Rahasia Zaman, Trans7
EmoticonEmoticon