Kota Medan merupakan ibukota dari provinsi Sumatera Utara. Di luar Pulau Jawa, kota ini adalah kota terbesar. Di Indonesia kota ini menempati urutan ketiga sebagai kota metropolitan terbesar setelah Jakarta dan Surabaya.
Kota Medan adalah jalan masuk dan pintu gerbang Indonesia bagian barat. Selain itu Kota Medan juga merupakan pintu gerbang untuk para wisatawan yang ingin mengunjungi lokasi obyek wisata di Sumatera Utara.
Terdapat beberapa obyek wisata yang bisa dimasuki melalui Kota Medan antara lain obyek wisata Brastagi yang berada di dataran tinggi Karo, obyek wisata penangkaran orang utan yang berada di Bukit Lawang, serta obyek wisata di Danau Toba.
SEJARAH
Kata “Medan” berasal dari bahasa Tamil Maidhan atauo Maidhanam, yang memiliki arti tanah yang lapang atau tempat yang luas. Penggunaan bahasa ini diadpsi ke dalam Bahasa Melayu. Peringatan hari jadi Kota Medan dilaksanakan setiap tanggal 1 April.
Baca Juga :
Mengenal Kota Padang Dan Perkembangannya
Sejarah Kota Bandung
Untuk penetapan berdirinya Kota Medan yaitu pada tanggal 1 April 1909 dan menurut sejarah sudah mulai diperingati oleh masyarakat Medan sejak tahun 1970. Namun penetapan tanggal ini oleh kalangan pers dibantah serta oleh beberapa orang ahli sejarah. Sehingga Walikota membuat sebuah panitia sejarah yang bertugas untuk melakukan penyelidikan dan penelitian tentang sejarah Kota Medan.
Pada tanggal 25 Mei 1971, Walikota saat itu yang bernama Drs. Sjorkani membuat Surat Keputusan Walikotamadya Kepala Daerah Kotamadya Medan No. 342. Dalam surat tersebut berisi tentang pembentukan Panitia Peneliti Hari Jadi Kota Medan. Panitia ini diketuai oleh Prof. Mahadi, SH dengan sekretaris dijabat oleh Syahruddin Siswan, MA dan pada anggotanya antara lain T. Luckman, SH dan Ny. Mariam Darus, SH.
Agar kegiatan kepanitiaan ini lebih intensif maka dikeluarkanlah Surat Keputusan Walikotamadya Kepala Daerah Kotamadya Medan No. 618 pada tanggal 28 Oktober 1971. Isinya yaitu tentang pembentukan Panitia Penyusun Sejarah Kota Medan No. 618 tanggal 28 Oktober 1971. Ketuanya adalah Pro. Mahadi, SH, Sekretaris Syahruddin Siswan, MA serta anggotanya H. Mohammad Said, Letkol. Nas Sebayang, Dada Meuraxa, Nasir Tim Sutannaga, Drs. Payung Bangun, M. Solly Lubis dan R. Muslim Akbar.
Kegiatan kepanitiaan ini sepenuhnya didukung oleh DPRD Medan sehingga DPRD juga ikut membentuk sebuah Pansus yang diketuai oleh M.A. Harahap, dengan anggota Ny. Djanius Djamin, Drs. M. Hasan, Mas Sutarjo dan Badar Kamil, BA. Untuk sementara waktu dinamakanlah Guru Patimpus sebagai pembuka sebuah kampung dalam pertemuan sungai deli dan sunga babura, yang terdapat di sebuah kampung yang dinamakan Medan Puteri.
Walaupun data tentang Guru Patimpus sebenarnya sangat minim sebagai pendiri kota Medan. Kalaupun ada, terdengar kabar bahwa sebenarnya ada manuskrip Pustaha Hamparan Perak yang konon menyebutkan nama Guru Patimpus, meskipun keberadaan manuskrip ini tidak pernah dilihat oleh tim perumus tentang keberadaannya.
Oleh karena itu penetapan tanggal 1 Juli 1590 hanyalah berdasarkan prakiraan yang diusulkan kepada Walikota Medan untuk menjadikannya sebagai hari jadi Medan yang masih dalam bentuk perkampungan. Selanjutnya hari penetapan itu dibawa pada Sidang DPRD Tk. II Medan untuk disetujui dan disahkan.
Sidang DPRD yang diselenggarakan pada tanggal 10 Januari 1973 menjadi dasar penetapan bahwa usulan tersebut bisa disempurnakan. Berdasarkan hal tersebut, maka oleh Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II Medan menerbitkan sebuah Surat Keputusan No. 74 tanggal 14 Februari 1973 yang intinya isinya tentang Panitian Penyusun Sejarah Kota Medan diperintahkan untuk melanjutkan kegiatannya agar mendapat hasil yang lebih sempurna.
Perumusan yang dilakukan oleh Pansus Hari Jadi Kota Medan yang diketuai oleh M.A. Harahap pada bulan Maret 1975, menjadi dasar bahwa tanggal 1 Juli 1590 sebagai hari jadi Kota Medan. Ini otomatis mencabut hari ulang tahun Kota Medan yang biasa diperingati setiap tanggal 1 April. Pada zaman dahulu di Kota Medan menjadi pusat dari Kesultanan Melayu Deli dimana sebelumnya adalah Kerajaan Aru.
Kesultanan Deli pada tahun 1632 didirikan oleh Tuanku Panglima Gojah Pahlawan yang merupakan sebuah kesultanan Melayu di wilayah Tanah Deli (sekarang bernama Kota Medan dan Kabupaten Deli Serdang, Indonesia). Seorang berkebangsaan Inggris bernama John Anderson pada tahun 1833 berkunjung ke Deli dan menemukan sebuah kampung yang bernama Medan. Di Kampung tersebut penduduknya sekitar 200 orang dan dipimping oleh seorang Raja yang bernama Raja Pulau Berayan.
Pemimpin tersebut sudah berkuasa sejak beberapa tahun bermukim dan menarik pajak dari beberapa sampan-sampan pengangkut lada yang sedang menuruni sungai. Medan secara resmi berstatus kota pada tahun 1886. Dua tahun kemudian Medan menjadi ibukota Karesidenan Sumatera Timur sekaligus sebagai ibukota Kesultanan Deli.
Pada tahun 1909, berkembangannya yang cukup pesat menjadikan Kota Medan sebagai kota yang sangat penting di Luar Pulau Jawa. Yang menjadi anggota Dewan Kota pertama kali adalah 2 orang bumiputra Melayu, 12 anggota orang Eropa dan seorang Tionghoa. Pada akhir abad ke-19 dan juga awal abad ke-20 ada dua gelombang besar migrasi menuju Medan.
Orang Tionghoa adalah gelombang pertama yang datang ke Medan dan orang Jawa yang bekerja sebagai kuli kontrak perkebunan. Namun sesudah tahun 1880, perusahaan-perusahaan perkebunan berhenti mendatangkan orang-orang Tionghoa. Hal ini dikarenakan orang-orang tersebut sering kali meninggalkan kebun dan banyak berulah dengan melakukan kerusuhan. Sehingga pada tahap selanjutnya, perusahaan secara penuh hanya mendatangkan orang Jawa untuk dijadikan kuli perkebunan.
Sedangkan orang-orang Tionghoa yang tadinya jadi buruh perkebunan dialihkan dan didorong untuk memajukan sektor perdagangan. Gelombang kedua adalah datangnya orang-orang Minangkabau, Mandailing dan Aceh. Mereka sengaja datang ke Medan tidak bertujuan menjadi buruh perkebunan, akan tetapi ingin menjadi guru, ulama dan juga untuk berdagang.
Semenjak tahun 1950, Kota Medan sudah beberapa kali memperluas arealnya, yaitu dari 1.853 ha menjadi 26.510 ha di tahun 1974. Sehingga dengan demikian di dalam tempo 25 tahun sesudah penyerahan kedaulatan, Kota Medan sudah bertambah luasnya bahkan hampir 18 kali lipat.
SEJARAH
Kata “Medan” berasal dari bahasa Tamil Maidhan atauo Maidhanam, yang memiliki arti tanah yang lapang atau tempat yang luas. Penggunaan bahasa ini diadpsi ke dalam Bahasa Melayu. Peringatan hari jadi Kota Medan dilaksanakan setiap tanggal 1 April.
Baca Juga :
Mengenal Kota Padang Dan Perkembangannya
Sejarah Kota Bandung
Untuk penetapan berdirinya Kota Medan yaitu pada tanggal 1 April 1909 dan menurut sejarah sudah mulai diperingati oleh masyarakat Medan sejak tahun 1970. Namun penetapan tanggal ini oleh kalangan pers dibantah serta oleh beberapa orang ahli sejarah. Sehingga Walikota membuat sebuah panitia sejarah yang bertugas untuk melakukan penyelidikan dan penelitian tentang sejarah Kota Medan.
Pada tanggal 25 Mei 1971, Walikota saat itu yang bernama Drs. Sjorkani membuat Surat Keputusan Walikotamadya Kepala Daerah Kotamadya Medan No. 342. Dalam surat tersebut berisi tentang pembentukan Panitia Peneliti Hari Jadi Kota Medan. Panitia ini diketuai oleh Prof. Mahadi, SH dengan sekretaris dijabat oleh Syahruddin Siswan, MA dan pada anggotanya antara lain T. Luckman, SH dan Ny. Mariam Darus, SH.
Agar kegiatan kepanitiaan ini lebih intensif maka dikeluarkanlah Surat Keputusan Walikotamadya Kepala Daerah Kotamadya Medan No. 618 pada tanggal 28 Oktober 1971. Isinya yaitu tentang pembentukan Panitia Penyusun Sejarah Kota Medan No. 618 tanggal 28 Oktober 1971. Ketuanya adalah Pro. Mahadi, SH, Sekretaris Syahruddin Siswan, MA serta anggotanya H. Mohammad Said, Letkol. Nas Sebayang, Dada Meuraxa, Nasir Tim Sutannaga, Drs. Payung Bangun, M. Solly Lubis dan R. Muslim Akbar.
Kegiatan kepanitiaan ini sepenuhnya didukung oleh DPRD Medan sehingga DPRD juga ikut membentuk sebuah Pansus yang diketuai oleh M.A. Harahap, dengan anggota Ny. Djanius Djamin, Drs. M. Hasan, Mas Sutarjo dan Badar Kamil, BA. Untuk sementara waktu dinamakanlah Guru Patimpus sebagai pembuka sebuah kampung dalam pertemuan sungai deli dan sunga babura, yang terdapat di sebuah kampung yang dinamakan Medan Puteri.
Walaupun data tentang Guru Patimpus sebenarnya sangat minim sebagai pendiri kota Medan. Kalaupun ada, terdengar kabar bahwa sebenarnya ada manuskrip Pustaha Hamparan Perak yang konon menyebutkan nama Guru Patimpus, meskipun keberadaan manuskrip ini tidak pernah dilihat oleh tim perumus tentang keberadaannya.
Oleh karena itu penetapan tanggal 1 Juli 1590 hanyalah berdasarkan prakiraan yang diusulkan kepada Walikota Medan untuk menjadikannya sebagai hari jadi Medan yang masih dalam bentuk perkampungan. Selanjutnya hari penetapan itu dibawa pada Sidang DPRD Tk. II Medan untuk disetujui dan disahkan.
Sidang DPRD yang diselenggarakan pada tanggal 10 Januari 1973 menjadi dasar penetapan bahwa usulan tersebut bisa disempurnakan. Berdasarkan hal tersebut, maka oleh Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II Medan menerbitkan sebuah Surat Keputusan No. 74 tanggal 14 Februari 1973 yang intinya isinya tentang Panitian Penyusun Sejarah Kota Medan diperintahkan untuk melanjutkan kegiatannya agar mendapat hasil yang lebih sempurna.
Perumusan yang dilakukan oleh Pansus Hari Jadi Kota Medan yang diketuai oleh M.A. Harahap pada bulan Maret 1975, menjadi dasar bahwa tanggal 1 Juli 1590 sebagai hari jadi Kota Medan. Ini otomatis mencabut hari ulang tahun Kota Medan yang biasa diperingati setiap tanggal 1 April. Pada zaman dahulu di Kota Medan menjadi pusat dari Kesultanan Melayu Deli dimana sebelumnya adalah Kerajaan Aru.
Kesultanan Deli pada tahun 1632 didirikan oleh Tuanku Panglima Gojah Pahlawan yang merupakan sebuah kesultanan Melayu di wilayah Tanah Deli (sekarang bernama Kota Medan dan Kabupaten Deli Serdang, Indonesia). Seorang berkebangsaan Inggris bernama John Anderson pada tahun 1833 berkunjung ke Deli dan menemukan sebuah kampung yang bernama Medan. Di Kampung tersebut penduduknya sekitar 200 orang dan dipimping oleh seorang Raja yang bernama Raja Pulau Berayan.
Pemimpin tersebut sudah berkuasa sejak beberapa tahun bermukim dan menarik pajak dari beberapa sampan-sampan pengangkut lada yang sedang menuruni sungai. Medan secara resmi berstatus kota pada tahun 1886. Dua tahun kemudian Medan menjadi ibukota Karesidenan Sumatera Timur sekaligus sebagai ibukota Kesultanan Deli.
Pada tahun 1909, berkembangannya yang cukup pesat menjadikan Kota Medan sebagai kota yang sangat penting di Luar Pulau Jawa. Yang menjadi anggota Dewan Kota pertama kali adalah 2 orang bumiputra Melayu, 12 anggota orang Eropa dan seorang Tionghoa. Pada akhir abad ke-19 dan juga awal abad ke-20 ada dua gelombang besar migrasi menuju Medan.
Orang Tionghoa adalah gelombang pertama yang datang ke Medan dan orang Jawa yang bekerja sebagai kuli kontrak perkebunan. Namun sesudah tahun 1880, perusahaan-perusahaan perkebunan berhenti mendatangkan orang-orang Tionghoa. Hal ini dikarenakan orang-orang tersebut sering kali meninggalkan kebun dan banyak berulah dengan melakukan kerusuhan. Sehingga pada tahap selanjutnya, perusahaan secara penuh hanya mendatangkan orang Jawa untuk dijadikan kuli perkebunan.
Sedangkan orang-orang Tionghoa yang tadinya jadi buruh perkebunan dialihkan dan didorong untuk memajukan sektor perdagangan. Gelombang kedua adalah datangnya orang-orang Minangkabau, Mandailing dan Aceh. Mereka sengaja datang ke Medan tidak bertujuan menjadi buruh perkebunan, akan tetapi ingin menjadi guru, ulama dan juga untuk berdagang.
Semenjak tahun 1950, Kota Medan sudah beberapa kali memperluas arealnya, yaitu dari 1.853 ha menjadi 26.510 ha di tahun 1974. Sehingga dengan demikian di dalam tempo 25 tahun sesudah penyerahan kedaulatan, Kota Medan sudah bertambah luasnya bahkan hampir 18 kali lipat.
EmoticonEmoticon