Baubau merupakan kota terbesar kedua di Sulawesi Tenggara yang mempunyai luas wilayah 221 km persegi. Kota Baubau secara umum berada di bagian selatan Sulawesi Tenggara dan menempati sebagian daratan Pulau Buton dan Pulau Kecil yakni Pulau Makassar yang berada di Selat Buton. Pada tanggal 13 hingga 27 Oktober 2016 lalu kota Baubau menyenggarakan pesta festival budaya dan tradisi dalam rangka merayakan hari jadi Baubau yang ke 475 dan ulang tahun kota Baubau yang ke 15 sebagai daerah otonom.
Seperti apa pesta budaya dan tradisi adat Baubau, berikut ini akan disajikan macam-macamnya :
1. Batu Poaro (Refleksi Penyebaran Agama Islam)
Pesta adat Batu Poaro digelar di pantai Batu Poaro kelurahan Wameo. Tradisi ini adalah ritual yang selalu diselenggarakan setiap tahun demi mengenang atau merefleksikan kembali Syeckh Abdul Wahid saat berhasil mengislamkan Kerajaan Buton hingga diakui oleh seluruh rakyat sebagai ajaran yang benar. Proses ritualpun berlangsung unik. Pertama-tama tokoh agama islam atau para perangkat masjid dan beberapa top penguasa diminta berkumpul dan memanjatkan doa di Masjid Al-Mukarabin di Kelurahan Wameo. Para tokoh masyarakat yang terdiri dari para tokoh pemerintahan duduk bersama membentuk huruf U dan mengelilingi sebuah sesajen yang terdapat dalam talam besar.
Baca Juga :
Berbagai Ritual Pemakaman Unik Yang Ada Di Indonesia
Mengenal Tradisi Sungkeman Pada Masyarakat Jawa dan Tata Caranya
Kemudian setelah semua berkumpul maka pembakaran menyanpun dilakukan untuk mengiringi prosesi doa yang dilakukan secara estafet atau bergantian. Setelah selesai, prosesi selanjutnya adalah mereka berjalan bersama menuju lokasi Batu Poaro bersama talam besar yang dibopong oleh 4 orang pemuda dan melakukan perjalanan menuju Batu Poaro yang diiringi dengan lagu shalawat Nabi. Setelah sampai di lokasi dan kembali berkumpul menghadap Batu Poaro, nyanyian kabantina Batu Poaro pun dikumandangkan sebagai tanda ritual penghormatan. Kemudian para perangkat masjid dan beberapa tokoh masyarakat dan pemerintah mengelilingi Batu Poaro dan membaca doa. Lalu batu yang telah terisi beberapa makanan tersebut diperebutkan oleh anak-anak sebagai tanda ungkapan syukur. Ritual membagi-bagi berkat lewat uang yang diperebutkan oleh anak-anak menjadi penutup acara.
2. Tuturangiana Andala (Persembahan Bagi Penguasa Laut)
Berikutnya kita akan berpindah menuju Pulau Makassar yang terletak tidak jauh dari Baubau. Untuk sampai kesana kita membutuhkan waktu hingga 30 menit menggunakan ojek laut atau jarangka atau yang biasa kita kenal dengan perahu mesin tempel. Di Puma sebutan Pulau Makassar kita akan melihat ritual yang biasa dilakukan masyarakat nelayan setiap tahunnya yaitu memberikan persembahan kepada penguasa laut yang berkuasa di 4 penjuru mata angin Pulau Makassar. Ritual ini tujuannya untuk mempersembahkan kepada penguasa laut agar masyarakat Pulau Makassar di dalam melakukan aktivitas di laut bisa diberikan kemudahan-kemudahan dan dalam hal ini mencari rejeki atau melaut sekaligus untuk menolak bala dari segala macam gangguan dan ancaman aktivitas mereka di laut.
Sebelum memulai ritual ini ketua adat akan menunggu aparat pemerintah dan tokoh masyarakat untuk bersama-sama melarungkan sesaji yang sudah disiapkan. Setelah semua berkumpul dalam satu tenda yang sudah disiapkan, prosesi doa dan penetapan ritualpun dimulai. Adapun sejarah sehingga bisa dilaksanakan kegiatan pesta adat ini yaitu bagaimana kita mengenang sejarah masuknya agama Islam di Kepulauann Buton yang dilaksanakan oleh Syeckh Abudul Wahid. Sejarah itu terjadi di sekitar tahun 1500 dimasa Kesultanan atau Raja Murrum. Isi ritual antara lain pembacaan doa, pembakaran kemenyan, istirahat, dan makan bersama. Kemudian pemotongan kambing jantan yang diambil darahnya dan ditaruh dalam gelas yang terbuat dari bambu. Setelah prosesi tersebut berjalan lancar sesajen yang telah disiapkanpun siap dilarungkan.
Sesaji persembahan ini akan dilarungkan oleh 4 perahu. Perahu pertama akan melarungkan sesajen di Malanga, perahu kedua di Jangkara, perahu ketiga akan dilarungkan di Latonda Kao atau disebut juga Wantiro. Sementara itu pelarungan sesajen di perahu keempat akan dilarungkan laut dekat bukit Kolema. Tuturangiana Andala merupakan ritual yang biasa dilakukan oleh masyarakat Puma yang bertujuan untuk membuka pintu-pintu rejeki yang dianugerahi dari hasil laut dan menjauhkan diri dari ancaman-ancaman yang berbahaya kepada para nelayan. Selain menolak bala dan memudahkan rejeki para nelayan, Tuturangiana Andala juga dilakukan sebagai ungkapan syukur kepada Sang Pencipta.
3. Pekakande Kandea (Tradisi Makan Hingga Cari Jodoh)
Selanjutnya pentas budaya dan tradisi Baubau adalah Pekakande Kandea atau tradisi jamuan makan bersama. Tradisi ini sudah berlangsung sejak masa lampau. Meski demikian kelestariannya masih dijaga hingga kini. Tradisi Pekakande Kandea dalam bahasa woleo berarti makan-makan. Tradisi ini biasanya dilakukan setelah Hari Raya Idul Fitri sebagai ungkapan rasa syukur terhadap Tuhan yang Maha Esa setelah menjalankan ibadah puasa. Selain itu biasanya tradisi ini dilaksanakan sebagai ungkapan terima kasih kepada Yang Maha Kuasa atas hasil panen yang telah dianugerahkan. Berlokasi di Benteng Keraton Buton jamuan makan ini memanjang dan mengelilingi benteng yang mencapai 2.740 meter.
Dalam prosesi adat ini, panitia ritual menyiapkan talam yang berisikan makanan khas dan lauk pauk yang sudah disiapkan. Biasanya talam-talam yang berisikan makanan ini sudah dijaga oleh gadis-gadis pilihan dari setiap wilayah di beberapa kecamatan. Tradisi ini menjadi unik karena para gadis tersebut akan tampil sangat memukau dan cantik dan juga dilengkapi dengan baju adat kombowolio. Kemudian mereka akan duduk manis dan menyuapi para pria yang ingin mencicipi makanan yang terdiri dari lapa-lapa, kue-kue hingga lauk pauk lainnya. Pekakande Kandea adalah tradisi yang biasa dilakukan masyarakat Buton dari dulu hingga sekarang. Pada jamuan makan bersama ini biasanya para gadis akan menyuapi prajurit yang telah pulang dari peperangan. Yang membuatnya unik tradisi ini dimanfaatkan para gadis untuk mencari jodoh.
Bila sudah selesai menikmati jamuan, kitapun diwajibkan untuk memberikan uang secara suka rela tidak ditentukan jumlahnya. Karena ini sebagai lambang apresiasi dan ucapan terima kasih. Walikota Baubau yang juga hadir dalam tradisi ini memberikan pendapatnya agar para gadis yang menjadi penjaga talam dapat mengetahui tata cara sesungguhnya menyuapi makanan di Pekakande Kandea. Bukan saja masyarakat dari instansi pemerintah yang menyemarakkan tradisi ini, publik figur seperti Tukul Arwana hadir menyemarakkan hari ulang tahun Kota Baubau. Pada masa kerajaan, tradisi jamuan ini diperuntukkan kepada para ksatria atau prajurit kerajaan yang berhasil menang dari pertempuran sengit di medan perang. Namun seiring dengan perkembangan zaman, tradisi ini juga dimanfaatkan oleh para muda mudi Baubau sebagai tradisi mencari jodoh. Itulah beberapa pesta budaya dan tradisi masyarkaat Baubau, jangan lupa untuk membaca artikel-artikel berikutnya.
Baca Juga :
Berbagai Ritual Pemakaman Unik Yang Ada Di Indonesia
Mengenal Tradisi Sungkeman Pada Masyarakat Jawa dan Tata Caranya
Kemudian setelah semua berkumpul maka pembakaran menyanpun dilakukan untuk mengiringi prosesi doa yang dilakukan secara estafet atau bergantian. Setelah selesai, prosesi selanjutnya adalah mereka berjalan bersama menuju lokasi Batu Poaro bersama talam besar yang dibopong oleh 4 orang pemuda dan melakukan perjalanan menuju Batu Poaro yang diiringi dengan lagu shalawat Nabi. Setelah sampai di lokasi dan kembali berkumpul menghadap Batu Poaro, nyanyian kabantina Batu Poaro pun dikumandangkan sebagai tanda ritual penghormatan. Kemudian para perangkat masjid dan beberapa tokoh masyarakat dan pemerintah mengelilingi Batu Poaro dan membaca doa. Lalu batu yang telah terisi beberapa makanan tersebut diperebutkan oleh anak-anak sebagai tanda ungkapan syukur. Ritual membagi-bagi berkat lewat uang yang diperebutkan oleh anak-anak menjadi penutup acara.
2. Tuturangiana Andala (Persembahan Bagi Penguasa Laut)
Berikutnya kita akan berpindah menuju Pulau Makassar yang terletak tidak jauh dari Baubau. Untuk sampai kesana kita membutuhkan waktu hingga 30 menit menggunakan ojek laut atau jarangka atau yang biasa kita kenal dengan perahu mesin tempel. Di Puma sebutan Pulau Makassar kita akan melihat ritual yang biasa dilakukan masyarakat nelayan setiap tahunnya yaitu memberikan persembahan kepada penguasa laut yang berkuasa di 4 penjuru mata angin Pulau Makassar. Ritual ini tujuannya untuk mempersembahkan kepada penguasa laut agar masyarakat Pulau Makassar di dalam melakukan aktivitas di laut bisa diberikan kemudahan-kemudahan dan dalam hal ini mencari rejeki atau melaut sekaligus untuk menolak bala dari segala macam gangguan dan ancaman aktivitas mereka di laut.
Sebelum memulai ritual ini ketua adat akan menunggu aparat pemerintah dan tokoh masyarakat untuk bersama-sama melarungkan sesaji yang sudah disiapkan. Setelah semua berkumpul dalam satu tenda yang sudah disiapkan, prosesi doa dan penetapan ritualpun dimulai. Adapun sejarah sehingga bisa dilaksanakan kegiatan pesta adat ini yaitu bagaimana kita mengenang sejarah masuknya agama Islam di Kepulauann Buton yang dilaksanakan oleh Syeckh Abudul Wahid. Sejarah itu terjadi di sekitar tahun 1500 dimasa Kesultanan atau Raja Murrum. Isi ritual antara lain pembacaan doa, pembakaran kemenyan, istirahat, dan makan bersama. Kemudian pemotongan kambing jantan yang diambil darahnya dan ditaruh dalam gelas yang terbuat dari bambu. Setelah prosesi tersebut berjalan lancar sesajen yang telah disiapkanpun siap dilarungkan.
Sesaji persembahan ini akan dilarungkan oleh 4 perahu. Perahu pertama akan melarungkan sesajen di Malanga, perahu kedua di Jangkara, perahu ketiga akan dilarungkan di Latonda Kao atau disebut juga Wantiro. Sementara itu pelarungan sesajen di perahu keempat akan dilarungkan laut dekat bukit Kolema. Tuturangiana Andala merupakan ritual yang biasa dilakukan oleh masyarakat Puma yang bertujuan untuk membuka pintu-pintu rejeki yang dianugerahi dari hasil laut dan menjauhkan diri dari ancaman-ancaman yang berbahaya kepada para nelayan. Selain menolak bala dan memudahkan rejeki para nelayan, Tuturangiana Andala juga dilakukan sebagai ungkapan syukur kepada Sang Pencipta.
3. Pekakande Kandea (Tradisi Makan Hingga Cari Jodoh)
Selanjutnya pentas budaya dan tradisi Baubau adalah Pekakande Kandea atau tradisi jamuan makan bersama. Tradisi ini sudah berlangsung sejak masa lampau. Meski demikian kelestariannya masih dijaga hingga kini. Tradisi Pekakande Kandea dalam bahasa woleo berarti makan-makan. Tradisi ini biasanya dilakukan setelah Hari Raya Idul Fitri sebagai ungkapan rasa syukur terhadap Tuhan yang Maha Esa setelah menjalankan ibadah puasa. Selain itu biasanya tradisi ini dilaksanakan sebagai ungkapan terima kasih kepada Yang Maha Kuasa atas hasil panen yang telah dianugerahkan. Berlokasi di Benteng Keraton Buton jamuan makan ini memanjang dan mengelilingi benteng yang mencapai 2.740 meter.
Dalam prosesi adat ini, panitia ritual menyiapkan talam yang berisikan makanan khas dan lauk pauk yang sudah disiapkan. Biasanya talam-talam yang berisikan makanan ini sudah dijaga oleh gadis-gadis pilihan dari setiap wilayah di beberapa kecamatan. Tradisi ini menjadi unik karena para gadis tersebut akan tampil sangat memukau dan cantik dan juga dilengkapi dengan baju adat kombowolio. Kemudian mereka akan duduk manis dan menyuapi para pria yang ingin mencicipi makanan yang terdiri dari lapa-lapa, kue-kue hingga lauk pauk lainnya. Pekakande Kandea adalah tradisi yang biasa dilakukan masyarakat Buton dari dulu hingga sekarang. Pada jamuan makan bersama ini biasanya para gadis akan menyuapi prajurit yang telah pulang dari peperangan. Yang membuatnya unik tradisi ini dimanfaatkan para gadis untuk mencari jodoh.
Bila sudah selesai menikmati jamuan, kitapun diwajibkan untuk memberikan uang secara suka rela tidak ditentukan jumlahnya. Karena ini sebagai lambang apresiasi dan ucapan terima kasih. Walikota Baubau yang juga hadir dalam tradisi ini memberikan pendapatnya agar para gadis yang menjadi penjaga talam dapat mengetahui tata cara sesungguhnya menyuapi makanan di Pekakande Kandea. Bukan saja masyarakat dari instansi pemerintah yang menyemarakkan tradisi ini, publik figur seperti Tukul Arwana hadir menyemarakkan hari ulang tahun Kota Baubau. Pada masa kerajaan, tradisi jamuan ini diperuntukkan kepada para ksatria atau prajurit kerajaan yang berhasil menang dari pertempuran sengit di medan perang. Namun seiring dengan perkembangan zaman, tradisi ini juga dimanfaatkan oleh para muda mudi Baubau sebagai tradisi mencari jodoh. Itulah beberapa pesta budaya dan tradisi masyarkaat Baubau, jangan lupa untuk membaca artikel-artikel berikutnya.
EmoticonEmoticon